Wednesday, May 2, 2012

AKAL BUKANLAH SEGALANYA~

“Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ‘Ruh itu termasuk urusan Rabbku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’.” (Al-Isra: 85) Sebab Turunnya Ayat Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya dari hadits ‘Alqamah dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata: Ketika aku berjalan bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di sebuah daerah pertanian dalam keadaan beliau bertumpuan pada sebuah tongkat dari pelepah korma, tiba-tiba lewat beberapa orang Yahudi. Sebagian mereka berkata kepada sebagian lainnya: “Tanyakan pada dia tentang ruh.” Sebagian dari mereka berkata: “(Jangan tanya dia). Jangan sampai dia mendatangkan sesuatu yang kalian benci.” Berkata lagi (sebagiannya): “Tanyalah dia.” Mereka pun bertanya tentang ruh, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diam dan tidak menjawab sedikitpun. Aku tahu wahyu sedang diturunkan kepada beliau, maka akupun berdiri dari tempatku. Turunlah firman Allah: “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, maka katakanlah bahwa itu urusan Rabb-ku dan kalian tidaklah diberi ilmu tentangnya kecuali sedikit.” (HR. Al-Bukhari no. 4352 dan Muslim no. 5002) Penjelasan Ayat Di kalangan ulama terjadi perselisihan tentang maksud dari kata ruh yang terdapat di dalam ayat ini. Ibnu Tin rahimahullah telah menukilkan beberapa pendapat, di antaranya ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ruh manusia. Ada lagi yang mengatakan ruh hewan dan ada pula yang mengatakan yang dimaksud adalah Jibril. Ada pula yang mengatakan maksudnya adalah ‘Isa bin Maryam 'alaihissalam, ada yang mengatakan Al Qur’an, ada yang mengatakan wahyu, dan ada yang mengatakan malaikat yang berdiri sendiri sebagai shaff pada hari kiamat. Ada lagi yang mengatakan maksudnya adalah sosok malaikat yang memiliki sebelas ribu sayap dan wajah. Ada pula yang mengatakan ia adalah suatu makhluk yang bernama ruh yang bentuknya seperti manusia, mereka makan dan minum, dan tidak turun satu malaikat dari langit melainkan ia turun bersamanya. Dan ada lagi yang berpendapat lain. (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 8/254. Lihat pula Tafsir Al-Qurthubi, 10/324, Tafsir Ibnu Katsir, 3/62) Namun mayoritas ahli tafsir memilih pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ruh yang terdapat pada kehidupan jasad manusia.Yaitu bagaimana keadaan ruh tersebut, tempat berlalunya di dalam tubuh manusia, dan bagaimana cara dia menyatu dengan jasad dan hubungannya dengan kehidupan. Ini adalah sesuatu yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 10/324) Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Yang benar adalah di-mubham-kan (pengetahuan tentang ruh dibiarkan seperti itu, yaitu tersamar) berdasarkan firman-Nya: “Ruh itu dari perkara Rabb-ku,” yaitu merupakan perkara besar dari urusan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak diberikan perinciannya agar seseorang mengetahui secara pasti kelemahannya untuk mengetahui hakikat dirinya dalam keadaan dia meyakini wujud ruh tersebut. Apabila seorang manusia lemah (mengalami kesulitan) dalam mengetahui hakikat dirinya, maka terlebih lagi (kelemahannya) untuk menjangkau hakikat Al-Haq (Allah). Hikmahnya adalah (untuk menunjukkan bahwa) akal memiliki kelemahan untuk menjangkau pengetahuan tentang makhluk yang dekat dengannya (yaitu ruh). Dengan demikian memberikan pengetahuan kepada akal bahwa menjangkau (pengetahuan) tentang Rabb-Nya lebih lemah lagi.” (Tafsir Al-Qurthubi, 10/324) Keterbatasan Pengetahuan Akal Akal merupakan salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada manusia. Dengan akal seseorang mampu membedakan mana yang baik dan yang buruk, mana yang mendatangkan kemaslahatan bagi dirinya dan mana yang mendatangkan kemudharatan. Sehingga dengan akal itu pula seseorang bisa memahami apa saja yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hukum-hukum. Dengan akal seorang manusia bisa memahami syariat dan melaksanakan perintah-Nya dengan penuh ketaatan dan ketundukan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.” (At-Tin: 4) Ibnul ‘Arabi rahimahullah berkata: “Tidak ada makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang lebih baik daripada manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan manusia dalam keadaan memiliki kehidupan, berilmu, memiliki kekuatan, memiliki kehendak, pandai berbicara, mendengar, melihat, pandai mengatur, dan menempatkan sesuatu pada tempatnya.” (Tafsir Al-Qurthubi, 20/114) Namun ketika mereka tidak menggunakan akalnya untuk tunduk terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak mendengar peringatan-peringatan-Nya, bahkan mengerjakan apa yang diharamkan, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala pun mengembalikan mereka ke tempat yang paling buruk yaitu neraka Jahannam. Wal’iyadzu billah. Allah berfirman: “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, maka bagi mereka jannah-jannah tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang telah mereka kerjakan. Dan adapun orang-orang yang fasiq (kafir) maka tempat mereka adalah an-naar. Setiap kali mereka hendak keluar darinya mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: ‘Rasakanlah siksa an-naar yang dahulu kamu mendustakannya’.” (As-Sajdah: 19-20) Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala sering menyebutkan di dalam Al Qur’an bentuk pengingkaran terhadap orang-orang yang tidak menggunakan akalnya untuk berjalan di atas jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mengikuti syariat yang telah diperintahkan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedangkan kamu melupakan diri (kewajibanmu) sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (Al-Baqarah: 44) “Demikianlah Allah menghidupkan orang-orang yang telah mati dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.”(Al-Baqarah: 73) “Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: ‘Kamipun telah beriman,’ tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, lalu mereka berkata: ‘Apakah kamu menceritakan kepada mereka (orang-orang mukmin) apa yang diterangkan Allah kepadamu, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujjahmu di hadapan Tuhanmu; tidakkah kamu mengerti?’.” (Al-Baqarah: 76) “Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya.” (Al-Baqarah: 242) “Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (Al-An’am: 32) Dan firman Allah lainnya yang menjelaskan bahwa orang yang tidak tunduk terhadap syariat-Nya, pada hakikatnya mereka adalah orang-orang yang tidak menggunakan akalnya pada tempat yang semestinya. Sebab akal merupakan makhluk Allah yang terbatas kadar keilmuannya, yang seharusnya berada di bawah kekuasaan Allah Yang Maha Sempurna dan Maha Berilmu terhadap segala sesuatu. Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Segala sesuatu yang diberitakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam wajib diimani dan penukilan (berita itu) shahih dari beliau tentang permasalahan yang (bisa) kita saksikan atau pun sesuatu yang (sifatnya) ghaib. Kita mengetahui bahwa itu adalah kebenaran dan kejujuran, baik masuk akal atau tidak dan kita belum mengetahui hakikat maknanya.” (Lum’atul I’tiqad poin no. 55) Membantah Syariat dengan Akal: Metode Kuffar Sudah menjadi kebiasaan orang-orang kafir untuk selalu menolak apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya berupa berita-berita serta ancaman-Nya dengan akal mereka dan menyangka bahwa akal mereka di atas segalanya dalam menentukan keputusan. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala sebutkan tentang orang-orang yang mengingkari hari kebangkitan: “Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya, ia berkata: Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?” (Yasin: 78) Allah Subhanahu wa Ta'ala juga mengabarkan bahwa orang-orang kafir membantah apa yang dikabarkan kepada mereka tentang tauhid dengan akal mereka: “Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shad: 5) Mereka pun membantah tentang kenabian dengan akal mereka: “Dan mereka berkata: “Mengapa Al Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Thaif) ini?” (Az-Zukhruf: 31) Dan firman-firman Allah yang lain, yang jika kita memperhatikan dengan seksama akan tampak bahwa sesungguhnya apa yang dilakukan oleh para pengikut hawa nafsu dari kalangan para penyembah akal seperti kaum filosof, Jaringan Islam Liberal, dan yang sejalan dengan mereka ini hanyalah mengikuti cara-cara nenek moyang mereka dalam ber-istidlal (mengambil dalil) untuk menolak Al Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Menentang para rasul atau berita mereka dengan ma’qulat (sesuatu yang dianggap masuk akal) adalah metode orang-orang kafir.” (Mukhtashar Ash-Shawa’iq Al-Mursalah hal. 121) Ternyata kebiasaan nenek moyang mereka inipun diwariskan kepada para penerus pemeluk kesesatan dan para pengekor hawa nafsu untuk memelihara keabadian dan kelestarian budaya setan tersebut beserta para anteknya. Mereka masih saja menjadikan akal mereka sebagai tolak ukur untuk menilai sesuatu benar atau tidak, bahkan sampai kepada tingkat menilai benar tidaknya perkataan Allah dan Rasul-Nya dengan kedangkalan akal yang mereka miliki. Berikut ini beberapa contoh penolakan nash-nash dengan akal: 1. Menolak hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Apabila lalat jatuh ke salah satu tempat minum kalian maka hendaklah dia menenggelamkan (lalat tersebut) lalu mengangkatnya. Karena sesungguhnya pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap yang lain terdapat penawarnya.” (HR.Al-Bukhari dari hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu). Orang-orang berpenyakit ini pun berkata: “Hadits ini lemah karena bertentangan dengan penelitian para ahli (kesehatan) yang berkesimpulan bahwa pada lalat semuanya terdapat racun dan tidak ada penawarnya!” Sungguh suatu tindakan yang lancang dalam melemahkan hadits yang para ulama ahli hadits sepakat menerimanya hanya dengan alasan bertentangan dengan hasil penelitian? Apakah mungkin menolak hadits yang sifatnya qath’i (pasti) dengan penelitian yang masih bersifat zhanni (dugaan)? Sungguh ini merupakan suatu kebodohan yang nyata. 2. Menolak kandungan hukum dari firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: “Allah mewasiatkan kepada kalian tentang anak-anak kalian (bahwa) bagi seorang laki-laki mendapat bagian dua kali wanita.” (An-Nisa: 11) Maka orang-orang yang berpenyakit ini mengatakan bahwa ayat tersebut sudah tidak relevan karena sekarang sudah ada persamaan hak antara laki-laki dan wanita sehingga (dalam pembagian warisan) mereka harus mendapatkan bagian yang sama. Sungguh merupakan suatu tindakan yang sangat lancang terhadap ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Adil dan Maha Mengetahui kemaslahatan hamba-hambanya. Ayat yang muhkam (jelas) ini merupakan ayat yang terus berlaku pada setiap zaman dan tidak dipengaruhi oleh perkembangan peradaban manusia atau adanya gerakan emansipasi yang terjadi di zaman tertentu. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menyumbat mulut orang-orang yang melampaui batas! Sikap para Shahabat Terhadap Akal Para shahabat sebagai manusia termulia di antara umat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling paham dalam menempatkan akal mereka. Di saat mereka diajak untuk bermusyawarah dalam membicarakan siasat pertempuran, mereka mengungkapkan berbagai siasat dengan kepandaian akal dan pengalaman yang mereka miliki, seperti yang terjadi pada perang Badr dan Khandaq. Dalam perdagangan, dengan akal dan kepandaian yang mereka miliki dalam berjual beli mereka mampu melakukan muamalah jual-beli yang mendatangkan keuntungan berlipat tanpa harus berbuat curang. Dalam bercocok tanam, mereka ahli dalam mengembangkan hasil ladang dan tanaman sehingga membawa hasil yang melimpah. Namun dalam perkara yang telah menjadi ketetapan Allah dan Rasul-Nya, tidak keluar dari lisan mereka kecuali pernyataan: “Kami dengar dan kami menaatinya!” Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan: ‘Kami mendengar dan kami taat.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (An-Nur: 51) Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma berkata: “Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan tentang ketaatan kaum Muhajirin dan Anshar, walaupun dalam perkara yang mereka benci. Inilah perkataan mereka, dan sekiranya mereka kaum mukminin maka tentunya mereka pun akan mengatakan (seperti yang dikatakan oleh kaum Muhajirin dan Anshar): ‘Kami mendengar dan kami taat’.” (Tafsir Al-Qurthubi, 12/294-295) Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua menuju jalan yang lurus. Wallahul musta’an. Sumber: www.asysyariah.com

Tugas Orang Tuan Terhadap Anaknyer~

حق الوالد على ولده : ان يحسن اسمه و ان يحسن ادابه و ان يعلمه الكتابة و السباحة والرماية و ان لا يرؤقه الا طيبا و ان يزوجه اذا ادرك – ر الحاكم Artinya : Tugas orang tua kepada anaknya : memberi nama yang baik, memperbagus akhlaknya, mengajarinya tulis baca, berenang, memanah, dan tidak memberinya makanan kecuali yang halal dan baik, dan menikahkannya jika ketemu (jodohnya). ( HR. Al-Hakim ) www.salmanmedia.com

Thursday, March 29, 2012

Bersyukurlah~


Jika engkau memandang hidup dengan rasa syukur, semuanya menjadi indah dan luar biasa!
Setiap hari adalah hari yang baik
Setiap saat adalah saat yang indah
Berjalan, duduk atau berbaring adalah kebahagiaan hidup
Bekerja, berkeringat dan berjerih payah adalah kepuasan dan kemuliaan hidup

TAPI...
Jika engkau tidak mampu bersyukur, semua yang baik dan indah akan menjadi jelek dan menyakitkan
Kemanapun engkau pergi, apapun yang engkau kerjakan adalah penderitaan.
Tiada hari tanpa kegelisahan
Tiada saat tanpa kejenuhan!
Bukan hidup yang membuat engkau jenuh tapi ketiadaan rasa syukur yang membuat semuanya menjadi jelek dan menjenuhkan

KESULITAN SEBESAR APAPUN AKAN TERASA WAJAR bagi jiwa yang tetap melebihi syukur daripada mengeluh
Karena bukan kebahagiaan yang menjadikan kita bersyukur, tetapi bersyukurlah yang menjadikan kita berbahagia
Jiwa yang malas, tetap tersesat walaupun sudah sampai….
Jiwa yang tamak, tetap mengeluh di atas kekayaan….
Jiwa yang bersyukur, akan berbahagia bahkan di atas masalah…

Thursday, April 8, 2010

Apa Artinya Aku Menuntut Ilmu

Al Mujahid As Syeikh Mustafa Masyur pernah menyebut ;

"Tarbiyyah (pendidikan) bukan segalanya-galanya,
tetapi segala-galanya hanya dapat diraih dengan Tarbiyyah."

Kekadang kita mengeluh mengapa kita perlu belajar tinggi-tinggi,
Kita hanya belajar untuk peperiksaan yang bakal tiba,
Kita hanya belajar untuk memuaskan hati ibu bapa,
Kita hanya belajar untuk dipandang tinggi oleh masyarakat,
Satu pertanyaan diajukan oleh golongan wanita,
Katanya buat apa belajar tinggi-tinggi, lepas kahwin jadi surirumah juga,
Namun ada yang kata dunia hari ini berbeza, lelaki & wanita sama saja,
Bila berumahtangga apa susah, masing-masing urus kerjaya sendiri,
Bila datang cahaya mata, masing-masing tak nak mengalah, kerjaya masing-masing dipertahankan, anak yang dianugerahkan dianggap musibah,
Akhirnya dengan sifat penyayang si ibu pasti mengalah,
Akhirnya sama saja wanita tetap jadi surirumah,
Sedikit portion adalah sebaliknya, lelaki yang jadi surirumah,
Tapi hakikatnya tetap wanita majoritinya,

Ada satu kata-kata Ibu yang bijak mengajar anak daranya,

"Jangan anggap wanita tidak perlu belajar tinggi-tinggi,
walau kebanyakan akan jadi surirumah,
tapi ingatlah anakku, ia pasti berbeza cara dan kualiti,
seorang ibu yang tinggi pelajaranya dengan yang sebaliknya,
yang mana akan melahirkan insan yang berguna?"

"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui"
(QS 39 : 9)

Bagi lelaki pula jangan gembira, jangan menyangka wanita belajar nampak tiada gunanya,
Bagaimana dengan diri anda, mengapa wanita selalu lebih banyak,
Terutama di peringkat IPT, ada yang kata dunia nak kiamat,
Ada yang kata lelaki is more to practical, not theoratical,
Itu pasal habis SPM kami terus masuk bekerja,
Tidak payah nak belajar tinggi-tinggi, buang duit bayar yuran pengajian,
kalau bekerja dapat sebaliknya, dapat kumpul duit itu yang utama,
diri pun nampak matang, kerana sudah bekerjaya,

Tidakkah dirimu nampak kurang matang,
kerana pemikiranmu tersangkut hanya sampai di masa itu,
tidakkah kau lihat masa hadapan, perluaskan minda melihat semuanya,
mana yang nampak mulia, fikirkan dengan minda yang berwawasan,
orang berilmu, belajar tinggi-tinggi, terutama jika ilmu yang diredhai,
bukan semua ilmu dipelajari dapat redha yang Maha Mengetahui,

Ingatkah ketika Ibnu Athaillah mengatakan, dalam kitabnya Al-Hikam,

"Ilmu yang paling baik adalah yang disertai khasyyah."

khasyyah adalah rasa takut kepada Allah yang disertai mengagungkan Allah.
Maka segala jenis ilmu yang tidak mendatangkan rasa takut kepada
Allah dan juga tidak mendatangkan pengagungan kepada
Allah tiada kebaikannya sama sekali"

Itulah kata-kata indah dari seorang Tokoh,
Satu persoalan yang sering bermain di fikiran,
Bagaimana nak belajar kerana Allah, untuk mendapat redhanya,
InsyaAllah inilah jawapannya.

Untuk mengetahui ilmumu bermanfaat atau tidak, cukuplah kau lihat bekasnya,
Jika dengan itu kau semakin takut kepada Allah
dan semakin baik ibadahmu kepada-Nya,
maka itulah tanda ilmumu benar-benar bermanfaat.
Jika sebaliknya maka berhati-hatilah.

Ini semua bermain dengan niat, satu benda yang sukar dijaga,
Pengikhlasan niat hanya pada-Nya,
Atleast 5 kali ikrar diulang setiap hari,
semuanya hanya untuk Allah Azza Wa Jalla,

"Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam."
(QS 6 : 162)

dimana kita selama ini, ilmu apa yang kita tuntut,
jangan ingat hanya ilmu agama sahaja yang nampak diredhai,

Walau Rasulullah pernah bersabda, buat renungan kita semua,

“Sesiapa yang Allah mahukan kebaikan baginya,
Dia (Allah) memberikannya kefahaman dalam Ad-Din”

Jangan kita berfikiran sempit,
mentakrifkan ilmu agama sahaja yang akan diredhai,
tidakkah kau mengetahui, ilmu lain nampak dibayangi,
seperti sains dan astronomi,
tidakkah itu cara untuk mendekati kepada Illahi,
ilmu lain boleh didasarkan pada niat yang hakiki,
menambah ilmu untuk menjadi seorang pengabdi,
kepada Tuhan Rabbul 'Izzati.

Wednesday, April 7, 2010

3 SOALAN DAN 3 JAWAPAN HEBAT

Ada seorang pemuda yang lama sekolah di negeri Sam kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang Guru agama, siapapun yang boleh menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya Orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut.

“Anda siapa? Dan apakah boleh anda menjawab pertanyaan-pertanya an saya?” Pemuda bertanya. “Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan saudara.” Jawab Guru Agama. “Anda yakin? sedang Profesor dan banyak orang pintar saja tidak mampu menjawab pertanyaan saya.” Jawab Guru Agama “Saya akan mencuba sejauh kemampuan saya”

Pemuda : “Saya punya 3 pertanyaan;

1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukan kewujudan Tuhan kepada saya
2. Apakah yang dimaksudkan dengan takdir?
3. Kalau syaitan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api?, tentu tidak menyakitkan buat syaitan, sebab mereka memiliki unsur yang sama.

Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?”

Tiba-tiba Guru Agama tersebut menampar pipi si Pemuda dengan kuat. Sambil menahan kesakitan pemuda berkata “Kenapa anda marah kepada saya?” Jawab Guru Agama “Saya tidak marah… Tamparan itu adalah jawapan saya kepada 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya”.

“Saya sungguh-sungguh tidak faham”, kata pemuda itu. Guru Agama bertanya “Bagaimana rasanya tamparan saya?”. “Tentu saja saya merasakan sakit”, jawab beliau. Guru Agama bertanya ” Jadi anda percaya bahawa sakit itu ada?”. Pemuda itu mengangguk tanda percaya. Guru Agama bertanya lagi, “Tunjukan pada saya wujud sakit itu!” “ Tak boleh”, jawap pemuda. “Itulah jawapan pertanyaan pertama: kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.” Terang Guru Agama.

Guru Agama bertanya lagi, “Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?”. “Tidak” jawab pemuda. “Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima sebuah tamparan dari saya hari ini?” “Tidak” jawab pemuda. “Itulah yang dinamakan Takdir” Terang Guru Agama.

Guru Agama bertanya lagi, “Diperbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?”. “kulit”. Jawab pemuda. “Pipi anda diperbuat dari apa?” “ Kulit “ Jawab pemuda. “Bagaimana rasanya tamparan saya?”. “Sakit.” Jawab pemuda. “Walaupun Syaitan terbuat dari api dan Neraka terbuat dari api, jika Tuhan berkehendak maka Neraka akan menjadi tempat menyakitkan untuk syaitan.” Terang Guru Agama.

kerana sehelai bulu mata..

Diceritakan di hari pembalasan kelak, ada seorang hamba Allah sedang diadili. Dia dituduh bersalah kerana mensia-siakan hidupnya di dunia utk berbuat maksiat. Namun begitu dia berkeras membantah, “Tidak demi langit dan bumi,sungguh tidak benar. saya tak pernah malakukan perkara itu…”

“Tetapi saksi-saksi mengatakan engkau betul² telah menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam dosa”

Orang itu menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu merenung segenap penjuru ruang yg ada. Kemudian dia pun menyanggah, “mana saksi2 yg engkau maksudkan? disini tiada sesiapa melainkan aku dan suaramu sahaja.”

Jawab malaikat, “Inilah saksi-saksimu…”

Tiba-tiba mata berbicara, “Saya yang memandang,”

disusuli dengan telinga, “Saya yang mendengar perkara itu”

Hidung pun tidak ketinggalan, “Saya yang mencium”

Bibir pun mengaku dengan slumbernye, “Saya yang merayu”

Lidah menambah dengan berani, “Saya yang menjilat dan menghisap”

Tangan tanpa malu meneruskan, “Saya yang meraba dan meramas”

Kaki pula menyusul, “Saya yang berjalan dan berlari semasa itu”

“Nah kalau dibiarkan kesemua anggota tubuhmu akan memberikan kesaksian tentang perbuatan aibmu,” ujar malaikat. Orang tersebut x dapat membuka sanggahnya lagi. Ia berputus asa dan amat berduka kerana sebentar lagi ia akan dihumban ke dalam neraka jahannam.. Padahal ia amat berharap agar segala perbuatan jahatnya dapat diselindungi. Tatkala dia sedang dilanda kesedihan, tiba-tiba terdengar satu suara yg amat lembut dari sehelai bulu mata berbunyi, ” Saya pun ingin mengangkat sumpah untuk menjadi saksi dalam perkara ini.” Malaikat menjawab dengan tenang, “Silakan wahai bulu mata”

“Terus terang sahaja, menjelang ajalnya pada satu malam yang hening, aku pernah dibasahi dengan juraian air mata penyesalan mengenangkan segala perbuatan keji yang telah dilakukan. Bukankah rasulnya telah berjanji, apabila ada seora ng hamba yang ingin bertaubat, walaupun sehelai bulu mata sahaja yg dibasahi dengan air mata, demikian itu diharamkan dirinya dari ancaman api neraka? Maka, saya sehelai bulu mata, berani tampil sebagai saksi bahawa dia telah bertaubat sampai membasahi saya dengan air mata penyesalan.”

Dengan kesaksian bulu mata itu, orang tersebut dibebaskan dari neraka dan segera dihantar ke syurga:

“Lihatlah hamba Allah ini masuk syurga kerana pertolongan bulu mata..”